BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Tanggung jawab adalah bagian dari ajaran Islam yang disebut
mas'uliyyah. Tanggung jawab artinya ialah bahwa setiap manusia apapun statusnya
pertama harus bertanya kepada dirinya sendiri apa yang mendorongnya dalam
berperilaku, bertutur kata, dan merencanakan sesuatu.
Apakah perilaku itu berlandaskan akal sehat dan ketakwaan, atau
malah dipicu oleh pemujaan diri, hawa nafsu, dan ambisi pribadi. Jika manusia
dapat menentramkan hati nuraninya dan merespon panggilan jiwanya yang paling
dalam, maka dia pasti bisa bertanggungjawab kepada yang lain. Allah SWT
berfirman:
"Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya." (QS.17.36)
Oleh karena itu penulis akan membahas topik tentang Islam dan
Tanggung jawab dalam bab selanjutnya, agar kita dapat memahami bagaimana
prinsip islam terhadap tanggung jawab dan semoga makalah ini memberikan
cakrawala keilmuan yang luas bagi para Mahasiswa.
2.
Rumusan
Masalah
A.
Bagaimana
Konsep tanggung jawab dalam islam?
B.
Apa
pengertian tanggung jawab?
C.
Apa
Macam-macam tanggung jawab?
D.
Apa
pengerrtian pengabdian?
E.
Apa
macam-macam pengabdian?
3.
Tujuan
Masalah
A.
Untuk
mengetahui bagaimana konsep tanggung jawab dalam islam
B.
Untuk
mengetahui pengertian tanggung jawab
C.
Untuk
mungetahui macam-macam tanggung jawab
D.
Untuk
mengetahui pengertian pengabdian
E.
Untuk
mengetahui macam-macam pengabdian
4.
Manfaat
Penulisan
Memberikan
wawasan keilmuan kepada mahasiswa dalam masalah islam dan tanggung jawab.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Islam
dan Tanggung jawab
Dalam
sejarah ulama salaf, diriwayatkan bahwa khalifah rasyidin ke V Umar bin Abdil
Aziz dalam suatu shalat tahajjudnya membaca ayat 22-24 dari surat ashshoffat
yang artinya :
حْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا
يَعْبُدُونَ(22)مِنْ دُونِ اللَّهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ
الْجَحِيمِ(23)وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْئُولُونَ(24)
Artinya:
(Kepada para malaikat diperintahkan) “Kumpulkanlah orang-orang yang dzalim
beserta teman sejawat merekadan sembah-sembahan yangselalu mereka sembah,
selain Allah: maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Dan tahanlah
mereka di tempat perhentian karena mereka sesungguhnya mereka akan ditanya
(dimintai pertanggungjawaban ).”
Beliau
mengulangi ayat tersebut beberapa kali karena merenungi besarnya tanggungjawab
seorang pemimpin di akhirat bila telah melakukan kedzaliman. Dalam riwayat lain
Umar bin Khatab r.a. mengungkapkan besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di
akhiarat nanti dengan kata-katanya yang terkenal : “Seandainya seekor keledai terperosok di kota
Baghdad nicaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya, seraya ditanya :
Mengapa tidak meratakan jalan untuknya ?” Itulah dua dari ribuan contoh yang
pernah dilukiskan para salafus sholih tentang tanggungjawab pemimpin di hadapan
Allah kelak.
Pada
prinsipnya tanggungjawab dalam Islam itu berdasarkan atas perbuatan individu
saja sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat seperti ayat 164 surat Al An’am
yang Artinya: “Dan
tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya
sendiri dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
Dalam
surat Al Mudatstsir ayat 38 yang artinya: “Tiap-tiap
diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya”
Akan
tetapi perbuatan individu itu merupakan suatu gerakan yang dilakukan seorang pada
waktu, tempat dan kondisi-kondisi tertentu yang mungkin bisa meninggalkan bekas
atau pengaruh pada orang lain. Oleh sebab itu apakah tanggung jawab seseorang
terbatas pada amalannya saja ataukah bisa melewati batas waktu yang tak
terbatas bila akibat dan pengaruh amalannya itu masih terus berlangsung mungkin
sampai setelah dia meninggal ?
Seorang
yang cerdas selayaknya merenungi hal ini sehingga tidak meremehkan perbuatan
baik sekecil apapun dan tidak gegabah berbuat dosa walau sekecil biji sawi.
Mengapa demikian ? Boleh jadi perbuatan baik atau jahat itu mula-mula amat
kecil ketika dilakukan, akan tetapi bila pengaruh dan akibatnya terus
berlangsung lama, bisa jadi akan amat besar pahala atau dosanya.
Allah
SWT menyatakan dalam QS Yaasiin yang artinya: “Kami
menuliskan apa-apa yang mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka
tinggalkan.” (Yaasiin
12).
Ayat ini
menegaskan bahwa tanggangjawab itu bukan saja terhadap apa yang diperbuatnya
akan tetapi melebar sampai semua akibat dan bekas-bekas dari perbuatan
tersebut. Orang yang meninggalkan ilmu yang bermanfaat, sedekah jariyah atau
anak yang sholeh , kesemuanya itu akan meninggalkan bekas kebaikan selama masih
berbekas sampai kapanpun. Dari sini jelaslah bahwa Orang yang berbuat baik atau
berbuat jahat akan mendapat pahala atau menanggung dosanya ditambah dengan
pahala atau dosa orang-orang yang meniru perbuatannya. Hal ini ditegaskan dalam
Surat An nahl 25
Artinya: “(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul
dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat dan sebagian dosa orang
yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun bahwa mereka disesatkan.
Ingatlah amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.”[1]
Pertanggungjawaban
bukanlah satu paham Barat, melainkan satu paham yang Islami. Ada sebagian orang
yang gemar mengaitkan apapun yang disukainya kepada Barat dan menganggapnya
sebagai produk pemikiran Barat. Tanggung jawab adalah bagian dari ajaran Islam
yang disebut mas'uliyyah. Tanggung jawab artinya ialah bahwa setiap manusia
apapun statusnya pertama harus bertanya kepada dirinya sendiri apa yang
mendorongnya dalam berperilaku, bertutur kata, dan merencanakan sesuatu. Apakah
perilaku itu berlandaskan akal sehat dan ketakwaan, atau malah dipicu oleh
pemujaan diri, hawa nafsu, dan ambisi pribadi. Jika manusia dapat menentramkan
hati nuraninya dan merespon panggilan jiwanya yang paling dalam, maka dia pasti
bisa bertanggungjawab kepada yang lain. Allah SWT berfirman;
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ
مَسْؤُولاً
"Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya." (QS.17.36)
Mata
yang Anda miliki sehingga Anda dapat melihat dan mengindentifikasi sesuatu,
kemudian telinga yang Anda miliki sehingga Anda dapat mendengarkan kebaikan
untuk ditransformasikan ke dalam hati dan fisik Anda, serta kalbu yang Anda
miliki sehingga Anda dapat merasakan, memutuskan, dan menjatuhkan pilihan
dimana esensi manusia terletak pada kalbunya, semua ini adalah sarana yang
telah dianugerahkan Allah SWT dan kelak akan diminta pertanggungjawabannya.
Kita semua harus bertanggungjawab atas apa yang telah kita lihat dengan mata
kita; apakah kita melihat? Apakah kita cermat? Apakah kita ingin untuk melihat?
Apakah kita ingin untuk mendengar? Apakah kita berniat mengambil keputusan dan
mengimplementasikannya? Semua ini adalah tanggung jawab. Rasulullah SAW
bersabda;
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Kamu
semua adalah pemelihara, dan setiap kamu bertanggungjawab atas
peliharaannya."[2]
Tanggung
jawab seorang berkaitan erat dengan kewajiban yang dibebankan padanya. Semakin
tinggi kedudukannya di masyarakat maka semakin tinggi pula tanggungjawabnya.
Seorang pemimpin negara bertanggung jawab atas prilaku dirinya, keluarganya, saudara-saudaranya,
masyarakatnya dan rakyatnya. Hal ini ditegaskan Allah sbb.; “Wahai orang-orang mukmin peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka.” (At
Tahrim 6) Sebagaimana yang ditegaskan Rasululah saw : “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin
akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya..”(Al Hadit)
B.
Pengertian
Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau
perbuatan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab berarti
juga berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab.
Disebut demikian karena manusia selain makhluk sosial juga makhluk Tuhan.
Manusia mempunyai tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia
mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial ataupun teologis.[3]
.Pengertia tanggung jawab menurut Ensiklopedia umum adalah :
kewajiban dalam melakukan tugas tertentu.
Tanggung jawab timbul karena telah diterima wewenang. Seperti
wewenang, tanggung jawab juga membentuk hubungan tertentu antara pemberi
wewenang dan penerima wewenang. Jadi tanggung jawab seimbang dengan wewenang.
Sedangkan menurut WJS. Poerwodarmito tanggung jawab adaibalas dan
salah sesuatu yang menjadi kewajiban (keharusan) untuk dilaksanakan, dibalas
dan sebagainya.
Dengan demikian kalau terjadi sesuatu maka seseorang yang dibebani
tanggung jawab wajib menanggung segala sesuattunya. Oleh karena itu manusia
yang bertanggung jawab adalah manusia yang dapat menyatakan diri sendiri bahwa
tindakannya itu baik dalam arti menurut norma umum, sebab baik menurut
seseorang belum tentu baik menurut pendapat orang lain atau apa yang dikatakan
baik menurut pendapat dirinya ternyata
ditolak oleh orang lain.[4]
Tanggung jawab bisa diartikan sebagai kewajiban dalam melakukan
tugas tertentu. Dengan perkataan lai, tanggng jawab adalah sesuatu yang menjadi
kewajiban sekaligus yang harus dilaksanakan. Secara demikian tanggung jawab
terkait dalam kondidi manusia, khusunya menyangkut segala tingkah laku dan
perbuatannya.[5]
C.
Macam-Macam
Tanggung Jawab
Sesuai dengan eksistensi manusia sebagai makhluk Tuhan, makhluk
individual dan makhluk sosial, maka tanggung jawab dapat dibedakan sebagai
berikut :
1.
Tanggung
jawab terhadap dirinya sendiri.
Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang
Maha Esa mengalami periode lahir, hidup, kemudian mati. Agar manusia dalam
hidupnya mempunya “harga”, sebagai pengisi fase kehidupannya itu maka manusia
tersebut atas namanya sendiri harus dibebani tanggung jawab. Sebab apabila
tidak ada tanggung jawab
Terhadap dirinya sendiri maka tindakannya tidak akan terkontrol
lagi, yang artinya tidak ada artinya hidup ini.
Pada hakekatnya manusia dilahirkan
di dunia dalam keadaan suci bersih tanpa dosa; dalam hidupnya manusia akan
dibentuk apakah menjadi manusia yang jahat dan sebagainya tergantung dari
tindakannya selama di dunia. Itu semua dituntut adanya tanggung jawab dari
masing-masing individu. Yang intinya adalah sebagai pengisi atas keberadaan
manusia itu selama hidupnya dan agar dapat melangsungkan hidupnya sebagai
makhluk tuhan.
Contoh :
Manusia mencari makan, tidak lain adalah karena adanya tanggung jawab
terhadap dirinya sendiri agar dapat melangsungkan hidupnya.
2.
Tanggung
jawab terhadap keluarga.
Seperti halnya makhluk tuhan yang
lain, maka manusia secara naluri juga mengembangkan keturunannya agar sejarah
hidupnya tidak terputus. Untuk melangsungkan/mengembangkan keturunannya
tersebut manusia dibebani tanggung jawab agar anggota keluarganya tidak
menderita atau dapat hidup sesuai dengan keberadaannya. Manusia yang sudah
mempunyai anak/keluarga harus berani bertanggung jawab mengantarkan
keturunannya lagi secara layak ke tingkat hidup yang lebih tinggi bagi generasi
berikutnya, agar keluarga tersebut mempunyai “harga” baik secara individual,
terhadap masyarakat maupun terhadap Tuhan sebagai Penciptanya. Untuk memenuhi
tentunya tanggung jawab dalam keluarga tersebut kadang-kadang manusia
memerlukan pengorbanan.
Contoh :
Seseorang ibu telah dikaruniai tiga anak, kemudian oleh sesuatu
sebab suaminya meninggal dunia, karena ia tidak mempunyai pekerjaan pada
Waktu suaminya masih hidup maka demi rasa tanggung jawabnya
terhadap keluarga ia melacurkan diri. Ditinjau dari segi moral hal ini tidak
bisa diterima karena tindakan melacurkan diri termasuk tindakan yang dikutuk,
tetapi dari segi tanggung jawab ia termasuk orang yang dipuji, karena demi rasa
tanggung jawabnya terhadap keluarga ia rela berkorban menjadi manusia hina dan
dikutuk.
3.
Tanggung
jawab terhadap masyarakat.
Pada hakekatnya manusia adalah tidak
bisa hidup tanpa bantuan manusia yang lain, sesuai dengan kedudukannya sebagai
makhluk sosial. Karena membutuhkan bantuan manusia lain maka ia harus
berkomunikasi dengan manusia lain tersebut, sehingga dengan demikian manusia di
sini merupakan anggota masyarakat yang tentunya mempunyai tanggung jawab sepeti
anggota masyarakat yang lain agar dapat melangsungkan hidupnya dalam masyarakat
tersebut dalam masyarakat tersebut sebagai makhluk sosial.
Contoh :
Seseorang yang menyediakan rumahnya sebagai tempat pelacuran pada
lingkungan masyarakat yang baik-baik, apapun alasannya tindakan ini termasuk
tidak bertanggung jawab terhadap masyarakat, karena secara moral psikologis aka
merusak masa depan generasi penerusnya di lingkungan masyarakat tersebut.
4.
Tanggung
jawab terhadap Than Yang Maha Esa
Tuhan menciptakan manusia di bumi
ini bukanlah tanpa tanggung jawab melainkan
untuk mengisi kehidupannya, manusia mempunyai tanggung jawab langsung terhadap
Tuhan. Sehingga tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukum-hukum Tuhan yan g
dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. Pelanggaran
dari hukum-hukum tersebut akan segera diperingatkan oleh Tuhan dan jika dengan
peringatan keras pun manusia masih juga tidak menghiraukan, maka Tuhan akan
melakukan kutukan. Sebab dengan mengabaikan perintah-perintah Tuhan berarti
mereka meninggalkan tanggung jawab yang seharusnya dilakukan manusia terhadap
Tuhan sebagai Penciptanya, bahkan untuk memenuhi tanggung jawabnya, mannusia
perlu pengorbanan.
Contoh :
Raja Fir’aun mendapat kutukan dari Tuhan karena menentang Tuhan dengan
tidak mengindahkan peringatan Tuhan melalui Nabi Musa, bahkan ia memusuhinya.
Tindakan ini merupakan contoh dari manusia yang tidak bertanggung jawab
terhadap Tuhan sebagai Penciptanya.[6]
D.
Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik berupa pikiran, pendapat maupun
tenaga sebagai perwujudan kesetiaan, antara lain kepada raja, cinta kasih
sayang, hormat, atau suatu ikatan dan semua dilakukan dengan ikhlas.[7]
Pengertian pengabdian menurut WJS. Poerwodarmito adalah perihal
atau hal-hal yang berhubungan dengan mengabdi.
Sedangkan mengabdi adalah suatu penyerahan diri kepada “suatu” yang
dianggap lebih, biasanya dilakukan dengan ikhlas; bahkan diikuti pengorbanan.
Dimana pengorbanan berarti suatu pemberian untuk menyatakan kebaktian, yang
dapat berupa materi, perasaan, jiwa raga.[8]
Timbulnya pengabdian itu hakikatnya adalah rasa tanggung jawab.
Apabila kita bekerja keras dari pagi sampai sore hari dibeberapa tempat untuk
mencukupi kebutuhan rumah tangga, berarti mengabdi kepada keluarga, karena
kasih sayang kita kepada keluarga.
Lain halnya bila keluarga kita membantu teman, yang berada dalam
kesulitan, mungkin diperlukan waktu berhari-hari untuk menyelesaikannya sampai
tuntas. Itu bukan pengabdian, tetapi bantuan saja.
1.
Pengabdian
terhadap keluarga
Pada hakikatnya manusia hidup
berkeluarga. Hidup berkeluarga ini didasarkan atas cinta dan kasih sayang.
Kasih sayang mengandung pengertian pengabdian dan pengorbanan. Tidak ada kasih
sayang tanpa pengabdian. Apabila kasih sayang tidak disertai pengabdian,
berarti kasih sayang itu palsu atau semu.
Pengabdian kepada keluarga dapat berupa pengabdian kepada istri dan
anak-anak. Istri kepada suami dan anak-anak, atau anak-anak kepada orang
tuanya.
Sebagai contoh : Demi pengabdian kepada ayahnya, Siti Nurbaya mau
dikawinkan dengan Datuk Maringgih, karena ayahnya tidak mampu membayar hutang.
Padahal ia telah mengikat janji dengan Samsul Bahri (Siti Nurbaya
karangan Marah Rusli).
2.
Pengabdian
kepada masyarakat
Manusia adalah anggota masyarakat.
Ia tidak dapat hidup tanpa orang lain, karena tiap-tiap orang saling
membutuhkan. Bila seseorang yang hidup dimasyarakat tidak mau memasyarakatkan
diri dan selalu mengasingkn diri, maka apabila mempunyai kesulitan yang luar
biasa, ia tidak mendapat bantuan dari masyarakat. Cepat atau lambat, ia akan
menyadari dan menyarah kepada masyarakat lingkungannya.
Oleh karena itu, demi masyarakat,
anggota masuarakat harus mau mengabdi diri kepada masyarakat. Ia harus
mempunyai rasa tanggung jawab. Karena nama baik tanpa ia tinggal, membawa nama
baiknya pula. Bila remaja masyarakat kampungnya terkenal dengan remaja
berandal, suka berkelahi, mengganggu orang lain, atau merampas hak orang lain,
maka ia juga akan merasa malu.
Contoh :
Pengabdian diri kepada masyarakat dalam drama TVRI yang berjudul Tigor,
tigor ingin pulang setelah studinya selesai, karena ingin membangun
daerahnya. Hal ini tampak pada dialog Jaya Kepruk dengan Tigor sebagai berikut
:
Jaya Kepruk : “kau boleh
menikah dengan anakku, tetapi jangan membawa Minah pergi dari kampung ini.”
Tigor : “Tidak
Pak, saya telah berjanji kepada orang tua bila telah selesai studi, saya akan
pulang, karean saya ingin membangun daerah ini.”
Dalam dialog ini Tigor telah berjanji akan membangun daerahnya.
Tigor bertanggung jawab akan keinginan daerahnya, yang berarti juga bertanggung
jawab kepada masyarakat lingkungannya.
3.
Pengabdian
kepada negara
Manusia pada hakikatnya adalah
sebagian dari suatu bangsa atau warga negara suatu negara. Karena itu, seorang
warga akan mencintai negara dan bangsanya, yang biasanya diwujudkan dalam
bentuk pengabdian. Tidak ada cinta tanpa pengabdian. Banyak contoh pengabdian
kepada bangsa dan pengabdian dalam kehidupan.
Contoh :
Dalam usaha merebut kembali Irian Barat dari penjajah Belanda,
banyak pemuda yang mendaftarkn diri menjadi sukarelawan.
4.
Pengabdian
kepada Tuhan Yang Maha Esa
Sebagai ciptaan Tuhan, manusia wajib
mengabdi kepada Tuhan. Pengabdian berarti penyerahan sdiri sepenuhnya kepada
Tuhan, dan itu merupakan perwujudan tanggung jawabnya kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
Contoh :
Dalam Novel Di Bawah Lidungan Ka’bah karya Hamka, Hamid mengembara
karena cintanya tak sampai. Dalam pengembaraannya, Hamid sampai ke Mekkah dan
bermukim di sana. Setelah mendengar bahwa Zaenab kekasihnya meninggal, Hamid
yang dalam keadaan sakit pada saat selesai thawaf, meninggal pula.[9]
BAB III
KESIMPULAN
Pada
prinsipnya tanggungjawab dalam Islam itu berdasarkan atas perbuatan individu
saja sebagaimana ditegaskan dalam beberapa ayat seperti ayat 164 surat Al An’am
yang Artinya: “Dan
tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya
sendiri dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
Dalam
surat Al Mudatstsir ayat 38 yang artinya: “Tiap-tiap
diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya”
Manusia
pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena
manusia selain makhluk sosial juga makhluk Tuhan. Manusia mempunyai tuntutan
yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan
dalam konteks sosial ataupun teologis.
Macam-macam
tanggung jawab, Tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, Tanggung jawab
terhadap keluarga, Tanggung jawab terhadap masyarakat, Tanggung jawab terhadap
Tuhan yang Maha Esa.
Pengabdian
adalah perbuatan baik berupa pikiran, pendapat maupun tenaga sebagai perwujudan
kesetiaan, antara lain kepada raja, cinta kasih sayang, hormat, atau suatu
ikatan dan semua dilakukan dengan ikhlas.
Macam-macam
pengabdian, Pengabdian terhadap keluarga, Pengabdian terhadap keluarga,
pengabdian terhadap masyarakat, pengabdian terhadap negara, pengabdian terhadap
Tuhan.
[3] Drs. H.
Ahmad Mustofa, Ilmu Budaya Dasar, CV Pustaka Setia, Bandung 1999, hal. 132
[4] M. Habib
Mustafa, Ilmu Budaya dasar manusia dan Budaya, Usaha Nasional, Surabaya, 1983,
hal. 191-192
[5][5]
Cheppy Hari Cahyono, Ilmu Budaya Dasar, Usaha Nasional, Surabaya-Indonesia,
1987, hal. 135-136
[7] Drs. H.
Ahmad Mustofa, hal. 136-137
[8] M. H.
Habib Mustafa, hal. 201
[9] Drs. H.
Ahmad Mustofa, hal. 137-139
Tidak ada komentar:
Posting Komentar